Berita Terkini

Menakar Efektivitas Dana Desa: Solusi atau Beban Bagi Pembangunan Desa?

Editor_Junaidi

Foto Istimewa 

Oleh: Yoseph Heriyanto, Ketua DPP Bidang Litbang dan Inovasi Forum Membangun Desa (Formades).

Pers rilistnya menjelaskan Ketika Dana Desa diperkenalkan pada tahun 2015, harapan besar muncul di seluruh pelosok Indonesia. Program ini dipandang sebagai terobosan pemerintah untuk memberdayakan desa, mempercepat pembangunan infrastruktur dasar, dan mengurangi ketimpangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Dengan anggaran awal sebesar Rp20,76 triliun yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Dana Desa diharapkan menjadi solusi atas berbagai masalah yang selama ini dihadapi oleh desa-desa di Indonesia.

Dasar hukum Dana Desa tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang memberikan otoritas lebih besar kepada desa untuk mengelola urusan pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya. Salah satu tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk mengurangi kemiskinan, membangun infrastruktur dasar, dan memberdayakan ekonomi masyarakat desa. Dana Desa, yang dialokasikan langsung ke desa, memberi kebebasan bagi pemerintah desa untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan lokal.

Namun, hampir satu dekade berjalan, program ini menghadapi sejumlah tantangan yang tak bisa diabaikan. Meskipun banyak desa yang telah berhasil membangun infrastruktur vital seperti jalan, jembatan, dan pasar, dampak positifnya masih terbatas pada aspek fisik semata. Hingga 2023, Dana Desa tercatat telah membangun lebih dari 227.000 kilometer jalan desa, 1.900 jembatan, dan 4.000 pasar desa. Angka-angka ini memang menggambarkan pencapaian yang signifikan, namun banyak desa yang belum merasakan manfaat dari pembangunan tersebut dalam bentuk pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan. Salah satu masalah utama adalah kurangnya program yang mendukung pengelolaan hasil pembangunan tersebut, seperti pelatihan untuk mengelola irigasi atau pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Selain itu, program Dana Desa juga diwarnai dengan berbagai isu terkait transparansi dan akuntabilitas. Banyak kepala desa yang terlibat dalam kasus korupsi, menyalahgunakan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat. Ketidakjelasan alokasi dana dan kurangnya pengawasan dari masyarakat menyebabkan munculnya praktik-praktik penyalahgunaan yang merugikan. Ketimpangan dalam alokasi dana juga menjadi sorotan. Formula yang digunakan untuk menentukan besaran alokasi Dana Desa—berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah—seringkali tidak adil bagi desa kecil atau tertinggal. Desa yang lebih membutuhkan justru mendapat dana yang lebih sedikit, sementara desa yang lebih maju mendapat bagian lebih besar.

Kritik lain yang muncul adalah tentang ketidakberlanjutan program. Banyak proyek yang dilaksanakan hanya fokus pada pembangunan fisik, tanpa memperhatikan dampak jangka panjang. Infrastruktur yang dibangun tidak diikuti dengan pelatihan atau pendampingan kepada masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas tersebut secara maksimal. Misalnya, pembangunan sistem irigasi yang tidak disertai dengan pelatihan pengelolaan air, atau pembangunan pasar desa yang tidak disertai dengan program pengembangan UMKM untuk meningkatkan daya saing pasar tersebut. Alih-alih memberdayakan masyarakat, banyak program ini justru menciptakan ketergantungan baru terhadap bantuan pemerintah.

Namun demikian, meskipun berbagai kritik terus mengemuka, Dana Desa tetap memiliki potensi besar jika dikelola dengan baik. Program ini masih relevan dan dapat memberikan dampak signifikan bagi pembangunan desa, asalkan ada perbaikan dalam pengelolaannya. Penguatan kapasitas pemerintah desa dalam pengelolaan anggaran dan pelaporan yang transparan menjadi langkah penting untuk meningkatkan efektivitas Dana Desa. Pemerintah pusat juga perlu memastikan bahwa masyarakat dilibatkan dalam perencanaan penggunaan Dana Desa, agar program yang dihasilkan lebih sesuai dengan kebutuhan mereka. Partisipasi aktif masyarakat akan memperkecil risiko penyalahgunaan dan memastikan bahwa setiap dana yang diterima benar-benar digunakan untuk kepentingan bersama.

Selain itu, pemanfaatan teknologi digital, seperti aplikasi “Siskeudes”, dapat membantu mempercepat proses pelaporan dan pengawasan penggunaan dana. Dengan aplikasi ini, masyarakat dapat lebih mudah mengakses informasi terkait penggunaan dana desa secara transparan dan real-time, yang akan meningkatkan akuntabilitas dan mengurangi potensi korupsi.

Pada akhirnya, efektivitas Dana Desa tidak hanya dapat dilihat dari sejauh mana infrastruktur dibangun, tetapi juga dari seberapa besar dampak program ini terhadap pemberdayaan masyarakat dan keberlanjutan pembangunan. Dengan pengelolaan yang lebih baik, Dana Desa bisa menjadi solusi nyata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, bukan justru menjadi beban bagi desa dan pemerintah.

Dalam konteks ini, penting untuk mengingat bahwa Dana Desa merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia. Dengan mengoptimalkan pengelolaannya, program ini memiliki potensi untuk menjadi katalis perubahan yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat desa secara berkelanjutan. Dana Desa bukan hanya soal alokasi anggaran, tetapi bagaimana kita semua—baik pemerintah, perangkat desa, maupun masyarakat—bekerja sama untuk memastikan program ini benar-benar memberikan manfaat yang maksimal.

Jadi, apakah Dana Desa merupakan solusi atau beban bagi pembangunan desa? Jawabannya terletak pada bagaimana kita mengelola dan memanfaatkannya. Jika dikelola dengan transparansi, akuntabilitas, dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat, Dana Desa bisa menjadi instrumen yang efektif untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

Rilist Resmi : (Formades)

Related Articles

Back to top button